SEJARAH
MAJALENGKA
Pada zaman kerajaan Hindu sampai
dengan abad XV di wilayah Kabupaten Majalengka terbagi menjadi 3 kerajaan :
(1) Kerajaan Talaga dipegang oleh Sunan
Corenda atau lebih dikenal dengan sebutan Sunan Parung
(2) Kerajaan Rajagaluh dipegang oleh Prabu
Cakraningrat
(3) Kerajaan Sindangkasih, rajanya adalah
seorang puteri bernama Nyi Rambutkasih.
Terdapat banyak cerita rakyat
tentang ke-3 kerajaan tersebut yang sampai dengan saat ini masih hidup di
kalangan masyarakat Majalengka. Selain cerita rakyat yang masih diyakini juga
terdapat situs, makam-makam dan benda-benda purbakala, yang kesemuanya itu
selain menjadi kekayaan daerah juga dapat digunakan sebagai sumber sejarah.
Kerajaan Sindangkasih (a) rajanya
seorang putri yang memiliki paras nan cantik dan molek bemama Nyi Rambutkasih
adalah seorang yang beragama Hindu fanatic (b) Kerajaan ini terletak secara
geografis berada di Majalengka (c) Nama Sindangkasih diambil dari Mandala
Sindangkasih yang semula tempat merupakan tempat kedudukan Ki Gedeng
Sindangkasih yang dijabat oleh puteranya yang bernama Ki Ageng Surawijaya (d)
Semula nama tempat ini terdapat di wilayah Cirebon yang kemudian dibawa oleh
penguasa ;yang dise.but Ki Gedeng Sindangkasih yang lama berkedudukan di
Sumedang Larang yaitu Majalengka sekarang (menurut De Pacto Gelu dan Talaga)
(e) Nyi Gedeng Sindangkasih atau disebut juga Nyi Ambetkasih dan lebih dikenal
lagi adalah Nyi Rambutkasih adalah seorang ratu yang cantik molek, memiliki
kemampuan dan keterampilan yang tinggi, dikagumi serta sangat dihormati oleh
rakyatnya adalah istri Prabu Siliwangi. la adalah orang yang dipercaya oleh
Prabu Siliwangi untuk memimpin rombongan yang bermaksud pindah ke Pakuwan
Pajajaran (Bogor sekarang), kemudian ia menjadi penguasa di Sindangkasih sebagai
ibukota Sumedang Larang.
Penguasa
di Sindangkasih sebagaimana disebutkan di atas adalah Nyi Rambutkasih. Sejak
sekian lama Nyi Rambutkasih mencium akan datangnya Pangeran Muhamad disertai
ayahnya Pangeran Panjunan di Sindangkasih dalam rangka mengadakan kegiatan
penyebarluasan ajaran agama Islam dan kegiatan ini disambut baik oleh,
masyarakat setempat.
Di Padepokan Sindangkasih, Rambutkasih tengah mengadakan pertemuan dengan semua perwira tinggi kerajaan sehubungan dengan adanya kegiatan yang dilakukan oleh Pangeran Muhamad. Ketika rapat khusus itu sedang berlangsung datanglah Pangeran Muhamad bersama rombongan dengan maksud ingin ketemu dengan Nyi Rambutkasih selaku ratu di Kerajaan Sindangkasih. Dengan ucapan Alhamdulillahirrobiralamin, yang maksudnya Pangeran Muhamad merasa bersyukur serta bahagia dapat bertemu dengan seorang putri cantrk dan sebagai penguasa di Sumedang Larang, tetapi dengan tidak diduga dalam sekejap Nyi Rambutkasih menghilang.
Di Padepokan Sindangkasih, Rambutkasih tengah mengadakan pertemuan dengan semua perwira tinggi kerajaan sehubungan dengan adanya kegiatan yang dilakukan oleh Pangeran Muhamad. Ketika rapat khusus itu sedang berlangsung datanglah Pangeran Muhamad bersama rombongan dengan maksud ingin ketemu dengan Nyi Rambutkasih selaku ratu di Kerajaan Sindangkasih. Dengan ucapan Alhamdulillahirrobiralamin, yang maksudnya Pangeran Muhamad merasa bersyukur serta bahagia dapat bertemu dengan seorang putri cantrk dan sebagai penguasa di Sumedang Larang, tetapi dengan tidak diduga dalam sekejap Nyi Rambutkasih menghilang.
Bersamaan dengan itu terlontarlah
ucapan Pangeran Muhamad : “Madya Langka” yang artinya putri cantik telah hilang
(tidak ada), sehingga dari kata-kata itu kemudian orang menyebutnya Majalengka.
Sejak itulah kemudian Pangeran Muhamad yang didampingi ayahnya Pangeran
Panjunan memerintah di Sumedang Larang/Sindangkasih, selanjutnya pada tanggal
10 Muharam 910 H yang bertepatan dengan tanggal 7 Juni 1490 M, sesuai dengan
perintah Sunan Gunung Jati yang berkedudukan di Cirebon menetapkan Pangeran
Muhamad.
Pada masa tuanya Pangeran Muhamad
menetap di lereng gunung yang berada di sebelah selatan Majalengka sampai akhir
hayatnya gunung tersebut kini dikenal dengan sebutan Gunung Margatapa. Adapun
Siti Armilah istri Pangeran Muhamad dimakamkan di belakang pendopo (kantor
Pemda) Kabupaten Majalengka, yang dikenal dengan sebutan Nyi Gedeng Badori.
SEJARAH
NYI RAMBUT KASIH
Nama Nyai Rambut Kasih cukup dikenal masyarakat
Tatar Sunda. Bahkan keberadaannya kerap dikaitkan dengan sejarah berdirinya
Kabupaten Majalengka. Soal ini memang masih ada silang pendapat. Namun,
beberapa petilasannya meyakinkan akan eksistensinya. Di tempat-tempat
persinggahannya itu, Nyai Rambut Kasih kerap menampakkan diri sebagai sosok
yang cantik rupawan. Siapa sebenarnya tokoh yang melegenda ini?
Sudah
menjadi perbincangan umum bila sosok Nyai Rambut Kasih berkait erat dengan
berdirinya Kabupaten Majalengka. Di kabupaten yang berbatasan dengan Indramayu,
Ciamis, Sumedang dan Cirebon ini, beberapa petilasan Nyai Rambut Kasih masih
ada dan terawat dengan baik. Yang paling apik dan terus menerus terjaga
kondisinya adalah gedung pendopo Kabupaten Majalengka.
Gedung
pendopo adalah kantor Bupati Majalengka saat ini. Dulu, gedung ini merupakan
rumah kediaman Nyai Rambut Kasih. Di belakang gedung ini terdapat kamar Nyai
Rambut Kasih dan seperangkat gamelan yang diperuntukkan khusus untuk menghibur
sang Nyai. Kerap kali pegawai Pemkab Majalengka menyaksikan penampakkan seorang
wanita berambut panjang terurai mengenakan gaun ala wanita bangsawan jaman
dulu. Diyakini betul bila itulah sosok Nyai Rambut Kasih.
Selain
gedung pendopo, patilasan Nyai Rambut Kasih yang kerap dikunjungi masyarakat,
terletak di Kampung Parakan, Kelurahan Sindang Kasih, Majalengka. Di sini
terdapat bangunan bercungkup, batu-batu tempat semadi dan sumur Cikahuripan
yang airnya dipercaya bisa membawa keberkahan dalam hidup. Bahkan pada tanggal
7 Juni 1994, Bupati Majalengka H Adam Hidayat ketika itu, berkenan
meresmikannya sebagai kawasan cagar budaya yang harus dilindungi.
Selain
Sindang Kasih, tempat persinggahan Nyai Rambut Kasih lainnya terdapat di Dusun
Banjaran Hilir, Kecamatan Banjaran, Majalengka. Lokasinya berada di tanah milik
seorang juru kunci yang diamanahi secara turun-temurun. Masyarakat Dusun
Banjaran Hilir dan sekitarnya, sampai sekarang masih mempercayai akan kehadiran
sosok Nyai Rambut Kasih di tempat itu.
Bila
ada warga yang hendak menggelar pesta pernikahan atau khitanan, sudah menjadi
keharusan untuk terlebih dahulu melakukan ziarah dan berkirim doa kepada Nyai
Rambut Kasih. Dan apabila di dalam pesta digelar pula hiburan Jaipongan, maka
sinden harus melantunkan tembang Sunda kesukaan Nyai RAmbut Kasih seperti
Kembang Beureum, Engko dan Salisih. Konon, bila sinden tidak menembangkan lagu
itu, maka akan ada keluarga empunya hajat yang kesurupan.
Putri Bangsawan
Siapa
sesungguhnya Nyai Rambut Kasih ini ? Riwayat Nyai Rambut Kasih berkaitan dengan
keberadaan Raja Pajajaran yang tersohor, yakni Prabu Siliwangi. Bila
ditelusuri, Prabu Siliwangi mempunyai isteri yang ketiga, yang bernama Ratu
Munding Kalalean. Dari hasil perkawinan dengan isteri ketiga ini, Prabu
Siliwangi dianugerahi tiga orang putra dan seorang putrid. Mereka adalah
Walangsungsang, Rarasantang, Kiansantang dan Syeh Nurjati.
Setelah
sembilan bulan dalam proses pengembaraan, maka ditemukanlah sebuah kawasan yang
kemudian diberinama Majalengka. Kawasan ini berkembang dan beranak pinak
menjadi ramai. Syeh Nurjati lantas memberi gelar Ratu Purbaningsi dengan nama
Nyai Ratu Rambut Kasih. Di lokasi bekas peninggalan Nyai Ratu, staf pendopo
Kabupaten Majalengka sering melihat penampakan wujud Nyai Rambut Kasih.
Sembilan
bulan lamanya, ketiga anak Syeh Nurjati dan kedua pengawalnya tinggal di
Majalengka. Rabu wage 17 Rajab 1405 Masehi, proses pencarian daerah yang
kemudian menjadi Majalengka itu tuntas. Ketiga anak Syeh Nurjati lalu
bermusyawarah mengenai kepengurusan pengelolaan daerah Majalengka untuk
dijadikan semacam sebuah pemerintahan. Hasil musyawarah itu menetapkan:
Ratu Purbaningsih
menduduki jabatan sebagai Mahkamah Agung, Dale Permana menduduki jabatan
sebagai Jaksa Agung, Dalem Rangga sebagai Bupati, Pinangeran Putih sebagai
Wedana, Surawijaya sebagai Kepala Keamanan, Surya Nanggeuy sebagai Kepala Staf
dan Parung Jaya sebagai staf.
mentara
itu, Syeh Nurjati di Cirebon merasa resah tak ada kabar dari ketiga anaknya. Ia
lantas memberi perintah kepada Pangeran Muhammad untuk mencari keberadaan sang
anak yang tengah membuka daerah kekuasaan di arah barat sebelah Selatan Gunung
Ciremai itu. Dalam waktu bersamaan, Dalem Rangga pun menuju Cirebon untuk
menyampaikan kabar kepada sang ayah.
Singkat
cerita, terbentuklah pemerintahan Majalengka yang kemudian diresmikan oleh Syeh
Nurjati. Syeh Nurjati amat berbangga atas keberhasilan ketiga anaknya.
Selanjutnya, Sri Ratu Purbaningsih mendapat gelar Nyai Ratu Rambut Kasih oleh
sang ayah. Dalam perkembangannya, daerah ini membentang dari utara ke selatan
berjarak kurang lebih 52 km, dari barat ke timur kira-kira 42 km dengan luas
keseluruhan 120.424 Ha. Dan seterusnya kawasan ini beranak pinak hingga menjadi
23 kecamatan dan 327 desa/kelurahan.
Nyai Rambut Kasih
Pada
17 Rajab 1405 Masehi, didirikan sebuah banguan kecil dan sederhana. Di
sekelilingnya berjejer taman dan pohon-pohon yang besar dan rindang. Bangunan
itu terbuat dari kayu itu beratap daun rumbia. Mulanya tempat ini berfungsi
sebagai sarana pertemuan para pembesar dan sekaligus sebagai tempat
perisitirahatan Ratu Rambut Kasih.
Tempat
yang ditemukan Nyai Ratu Rambut Kasih inilah yang kini kemudian menjadi Pusat
Pemerintahan Kabuapten Majelengka. Bangunan yang dulu kecil dan sederhana, kini
sudah jadi bangunan kantor yang megah. Di tempat ini pula berdiri kantor
Sekwilda dan rumah dinas Bupati Majalengka. Taman dan bangunan itu setiap
pergantian bupati selalu mengalami renovasi.
Di
sudut antara sebelah timur dan selatan terdapat air mancur yang dilengkapi dengan
patung ikan. Dulu itu merupakan tempat bermainnya Nyai Ratu Rambut kasih. Ada
cerita menarik seputar tempat bermainnya Nyai Rambut Kasih ini. Dulu, pernah
ada seorang Bupati Majalengka yang tak percaya akan keberadaan Nyai Ratu di
gedung pendopo. Ia bahkan merubah dan menghilangkan taman yang dulu tempat
bermainnya Nyai Rambut Kasih tanpa izin kepada “empunya” taman.
Lantas
apa yang terjadi? Setelah tak lagi menjabat Bupati, ia langsung jatuh sakit
berkepanjangan. Sampai akhirnya ia wafat. Konon, kematian itu disebabkan
ulahnya merubah taman tempat bermain Nyai Rambut Kasih dimusnahkan tanpa
meminta ijin terlebih dahulu.
Diantara
bangunan megah perkantoran Pemkab Majalengka, ada satu banguan yang seolah-olah
dijadikan kamar khusus. Kamar tersebut dikeramatkan masyarakat. Kamar itulah
dulu kala Nyai Rambut Kasih melakukan pekerjaan sehari-hari. Para ajudan bupati
dan pembantu rumah tangga bupati, kerap menemui hal-hal aneh di kamar itu.
Misalnya ada kursi yang bergerak sendiri atau asbak yang semula berada di atas
meja terangkat sendiri. Terkadang di ruangan kerja tercium semerbak bunga.
Salah
seorang staf pendopo kabupaten pernah punya pengalaman bertemu dengan seorang
wanita yang amat cantik. Pakaiannya mengesankan kalangan ningrat tempo dulu.
Rambutnya panjang tergerai, dengan mahkota bertengger dikepala. Dikupingnya
terselip bunga melati. Melihat wanita cantik yang “mencurigakan” itu, staf
pendopo ini terkejut diselingi rasa takjub. Namun ketika diikuti, wanita itu
sudah menghilang di belakang taman.
Dekat
kamar keramat itu, disediakan pula seperangkat gamelan kesenian Sunda. Namun
ini hanya symbol belaka, sebab Nyai Rambut Kasih dikenal sangat suka kesenian
dan lagu-lagu Sunda, meski ia berasal dari Cirebon.
Anehnya,
pada saat-saat tertentu, orang-orang yang melintas kamar itu kerap mendengar
suara gamelan. Padahal sebelumnya tak ada orang yang tengah memainkan gamelan
itu.
Karena
kesenangan Nyai Rambut Kasih ini, maka tak heran bila ada warga yang hendak
menggelar pesta pernikahan atau khitanan dengan hiburan Jaipongan, maka
terlebih dahulu sinden harus melantunkan tembang Sunda kesukaan Nyai Rambut
Kasih yakni Kembang Beureum, Engko dan Salisih. Bila itu tidak dilakukan, konon
acara pesta tak akan berlangsung sukses. ***
Putra
keempat, yakni Syeh Nurjati, memperisteri ibu Ratu Siti Maningrat. Dari hasil
perkawinan ini mereka dikaruniai dua orang putra dan seorang putri, yakni Dalem
Rangga Wulan Jaya Hadikusumah, Permana Sakti Jaya Hadikusumah, dan Sri Ratu
Purbaningsih. Pada tahun 1405 Masehi, Syeh Nurjati memanggil semua anaknya
untuk menyampaikan tugas.
Tugas
itu antara lain mereka harus menjadi orang yang berguna dan dikenang generasi
mendatang karena kebaikannya. Karena itulah Syeh Nurjati segera memerintahkan
ketiganya berangkat ke arah Barat sebelah Utara Gunung Ciremai. “Carilah oleh
kalian pohon Maja. Kalau sudah ditemukan, kalian bertiga harus membuka daerah
kekuasaan di sana,” titah Syeh Nurjati.
Usai
menerima tugas itu, ketiganya langsung berangkat dengan membawa dua orang
pengawal, yakni Pinangeran Putih dan Parung Jaya. Pada hari Senin, Jumadil Awal
tahun 1405 M, mereka tiba di bagian Barat Gunung Ciremai. Dan tepat hari Jumat
tanggal 1 bulan Rajab tahun 1405 M, sekitar jam 12 siang, pohon Maja sesuai
yang sabda sang ayah, berhasil ditemukan oleh Dalem Rangga Wulan Jaya Kusumah.
Namun yang ditemukan hanya dua pohon saja. Daerah tempat ditemukannya pohon
maja itu saat ini adalah terminal Maja di Kecamatan Maja.
Di
tempat ini, Dalem Rangga Wulan Jaya Hadikusumah menganjurkan kepada dua adiknya
dan dua pengawalnya agar membangun dua padepokan. Usai membangun dua padepokan,
Sri Ratu Purbaningsih minta ijin kepada kakaknya untuk pulang ke Cirebon. Akan
tetapi Dalem Rangga tidak mengijinkan dengan alasan masih banyak pekerjaan yang
harus dituntaskan. Kendati dilarang, Sri Ratu Purbaningsih tetap memaksa pergi
ke Cirebon tanpa sepengetahuan kakaknya.
Karena
tak mendapat ijin dari kakaknya, Sri Ratu jatuh di curugan (sekarang Cicurug).
Merasa kehilangan sang adik, dua kakak beradik berusaha mencari. Sampai di
Cicurug, sang adik tidak ada (langka). Berdasarkan fakta-fakta ini, diambilah kesimpulan
bila kata Majalengka berasal dari pohon Maja yang ditemukan di daerah Maja, dan
kata langka yang diambil dari jawaban Dalem Permana saat mencari adiknya Sri
Ratu Purbaningsih.
Setelah
sekian waktu pencarian, akhirnya Ratu Purbaningsih ditemukan. Mereka bertiga
lantas membangun kawasan itu menjadi daerah pemukiman, sekaligus pemerintahan.
Sampai beberapa waktu kemudian daerah itu berkembang pesat. Sang ayah, Syeh
Nurjati amat berbangga atas keberhasilan ketiga anaknya. Selanjutnya, Sri Ratu
Purbaningsih mendapat gelar Nya Ratu Rambut Kasih oleh ayahandanya.
PATILASAN
NYI RAMBUT KASIH
Petilasan
Nyi Rambut Kasih berada di Blok Leuwilenggik Kelurahan Sindangkasih
Kec.Majalengka Kab.Majalengka, setiap harinya banyak dikunjungi peziarah dari
berbagai tempat.
Keunikan
di petilasan ini, adalah terdapat tiga buah batu yang merupakan petilasan Ibu
Ratu yaitu batu karancang bentuknya bulat dan bolong-bolong, batu mamiring yang
bentuknya batu terbelah 2 dan batu maninggur bentuknya seperti akar karena
nempel pada sebuah pohon yang rimbun yang merupakan tempat ritual.
batu Maninggur batu Mamiring
batu Karancang
Selain
itu, ada sebuah sumur yang tak pernah kering namanya sumur
"cikahuripan" yang sekarang sudah dirubah menjadi bak kecil untuk
tempat wudu bagi orang yang ingin melaksanakan solat di tempat itu.
Sumur Cikahuripan
MAKAM PANGERAN MUHAMAD
Makam
Pangeran Muhamad terletak di tengah persawahan di daerah perbukitan berjarak
sekitar 3 km dari pusat kota Majalengka. Makam ini termasuk makam yang banyak
dikunjungi para peziarah. Secara administratif terletak dikampung Cicurug, desa
Cicurug kecamatan Majalengka. Lokasi ini relatif mudah dijangkau dengan
kendaraan roda empat dan roda dua melalui jalan beraspal yang sudah
mencapainya. Secara atronomis terletak dikoordinat 6º51’08” LS dan 108º13’52”
BT.
Pada tahun
sekitar 1480-an Sunan Gunung Jati mengutus pangeran Muhamad menyebarkan agama
Islam di Majalengka. Kemampuan Pangeran Muhamad dalam hal ke-Islaman cukup
mendalam, telah menjadikan penyebaran agama Islam semakin lancar. Pada awal
tahun 1500-an Pangeran Muhamad memperistri Siti Armilah seorang putri pemuka
agama Islam di Sindang Kasih. Siti Armilah membantu suaminya menyebarkan ajaran
agama Islam. Perkawinan Pangeran Muhamad dengan Siti Armilah dikaruniai seorang
putra bernama Pangeran Santri. Pangran Santri inilah yang kemudian
menikah dengan Ratu Pucuk Umun dari kerajaan Sumedang Larang. Pangeran
Muhamad meninggal pada tahun 1546 dan dimakamkan di tempat ini. Versi lain
kedatangan Pangeran Muhamad ke Majalengka adalah untuk mencari pohon maja yang
akan dijadikan obat di Cirebon.
Makam
Pangeran Muhamad menempati areal seluas sekitar 4150 m2. Areal ini terbagi
menjadi tiga bagian, yaitu halaman parkir, halaman yang berisi
makam-makam juru kunci, dan makam Pangeran Muhamad. Makam Pangeran Muhamad
terletak di bagian paling belakang atau paling utara. Makam ditempatkan dalam
satu cungkup permanen berukuran 5 x 6 m, berlantai keramik putih, beratap
genting. Makam ditandai dengan adanya jirat dan dua nisan yang terletak di
bagian utara dan selatan jirat. Jirat makam ini berupa bangunan berdenah segi
empat berteras tiga. Jirat dibuat dari bahan permanen dengan permukaan dilapisi
keramik. Nisan dibuat dari batu pipih dengan bentuk dasar segi empat dan pada
bagian atas berbentuk undakan yang diakhiri bentuk rata pada bagian atasnya.
Makam ditutupi dengan kelambu berwarna putih yang disangga empat tiang
besi.
MAKAM
MBAH BADORI
Siti
Armilah menetap di kerajaan Sindangkasih ini dan menyebarkan agama Islam sampai
wafat. Jenazahnya dimakamkan di pinggir kali Citangkurak, yang tumbuh pohon
"BADORI" sesuai dengan amanatnya, bahwa telah ditegaskan, bahwa
dikemudian hari dekat kuburannya akan menjadi tempat tinggal penguasa
pemerintah Majalengka.
Pada
saat Pangeran Muhammad beserta isterinya Nyi Siti Armilah melaksanakan amanat
Sunan Gunung Jati untuk mencari pohon maja di kerajaan Sindangkasih dan
mengajak Nyi Ratu Rambutkasih untuk memeluk agama Islam, maka sebagian orang
menceriterakan asal mula terjadinya Majalengka itu agak berlainan.
Pangeran
Muhammad dan Siti Armilah telah sampai di daerah Hutan Sindangkasih yang penuh
dengan pohon maja. Tempat mereka mula-mula menemukan pohon itu terletak di
suatu daerah pegunungan yang sekarang disebut maja (ibukota kecamatan Maja).
Nyi Siti Armilah mendapat amanat suaminya untuk langsung menundukkan Nyi Ratu
Rambutkasih yang bertahta di Sindangkasih agar berganti memeluk agama Islam.
Untuk memudahkan perjalanan menempuh hutan rimba itu, Nyi Siti Armilah diberi ayam jantan oleh suaminya. Konon ayam jantan itu namanya Si Jalak Harupat. Kemana ayam jantan itu pergi, harus diikuti jejaknya sampai nanti berkokok.
Untuk memudahkan perjalanan menempuh hutan rimba itu, Nyi Siti Armilah diberi ayam jantan oleh suaminya. Konon ayam jantan itu namanya Si Jalak Harupat. Kemana ayam jantan itu pergi, harus diikuti jejaknya sampai nanti berkokok.
Kokok
ayam tadi akan menandakan bahwa tempat yang akan dituju telah tercapai.
Demikianlah si Jalak Harupat dilepaskan dan jejaknya diikuti dengan
langkah-langkah Nyi Siti Armilah. Akhirnya si Jalak Harupat berkokok tepat di
stuatu tempat yang dituju yaitu tempat yang sekarang menjadi kota Majalengka.
Pada
saat itulah Siti Armilah menamakan tempat yag dituju bukan Sindangkasih tetapi
“Maja alengka” sebagai peringatan baginya yang mula-mula dari “maja
melangkahkan kakinya sampai ditempat yang ditujunya”. Wallahualam.
Kini
makam Siti Armilah terletak di belakang gedung Kabupaten Majalengka yang
sekarang dan orang sering menamakan Embah Gedeng Badori.
Setelah
peristiwa menghilangnya Nyi Rambutkasih, maka banyak penebar agama Islam dari
daerah Cirebon dan Mataram datang ke daerah kerajaan Sindangkasih yang telah
berganti nama menjadi Majalengka itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar