Artikel

SEJARAH MAJALENGKA
Pada zaman kerajaan Hindu sampai dengan abad XV di wilayah Kabupaten Majalengka terbagi menjadi 3 kerajaan :
(1)      Kerajaan Talaga dipegang oleh Sunan Corenda atau lebih dikenal dengan sebutan Sunan Parung
(2)     Kerajaan Rajagaluh dipegang oleh Prabu Cakraningrat
(3)     Kerajaan Sindangkasih, rajanya adalah seorang puteri bernama Nyi Rambutkasih.
Terdapat banyak cerita rakyat tentang ke-3 kerajaan tersebut yang sampai dengan saat ini masih hidup di kalangan masyarakat Majalengka. Selain cerita rakyat yang masih diyakini juga terdapat situs, makam-makam dan benda-benda purbakala, yang kesemuanya itu selain menjadi kekayaan daerah juga dapat digunakan sebagai sumber sejarah.
Kerajaan Sindangkasih (a) rajanya seorang putri yang memiliki paras nan cantik dan molek bemama Nyi Rambutkasih adalah seorang yang beragama Hindu fanatic (b) Kerajaan ini terletak secara geografis berada di Majalengka (c) Nama Sindangkasih diambil dari Mandala Sindangkasih yang semula tempat merupakan tempat kedudukan Ki Gedeng Sindangkasih yang dijabat oleh puteranya yang bernama Ki Ageng Surawijaya (d) Semula nama tempat ini terdapat di wilayah Cirebon yang kemudian dibawa oleh penguasa ;yang dise.but Ki Gedeng Sindangkasih yang lama berkedudukan di Sumedang Larang yaitu Majalengka sekarang (menurut De Pacto Gelu dan Talaga) (e) Nyi Gedeng Sindangkasih atau disebut juga Nyi Ambetkasih dan lebih dikenal lagi adalah Nyi Rambutkasih adalah seorang ratu yang cantik molek, memiliki kemampuan dan keterampilan yang tinggi, dikagumi serta sangat dihormati oleh rakyatnya adalah istri Prabu Siliwangi. la adalah orang yang dipercaya oleh Prabu Siliwangi untuk memimpin rombongan yang bermaksud pindah ke Pakuwan Pajajaran (Bogor sekarang), kemudian ia menjadi penguasa di Sindangkasih sebagai ibukota Sumedang Larang.
Penguasa di Sindangkasih sebagaimana disebutkan di atas adalah Nyi Rambutkasih. Sejak sekian lama Nyi Rambutkasih mencium akan datangnya Pangeran Muhamad disertai ayahnya Pangeran Panjunan di Sindangkasih dalam rangka mengadakan kegiatan penyebarluasan ajaran agama Islam dan kegiatan ini disambut baik oleh, masyarakat setempat.
Di Padepokan Sindangkasih, Rambutkasih tengah mengadakan pertemuan dengan semua perwira tinggi kerajaan sehubungan dengan adanya kegiatan yang dilakukan oleh Pangeran Muhamad. Ketika rapat khusus itu sedang berlangsung datanglah Pangeran Muhamad bersama rombongan dengan maksud ingin ketemu dengan Nyi Rambutkasih selaku ratu di Kerajaan Sindangkasih. Dengan ucapan Alhamdulillahirrobiralamin, yang maksudnya Pangeran Muhamad merasa bersyukur serta bahagia dapat bertemu dengan seorang putri cantrk dan sebagai penguasa di Sumedang Larang, tetapi dengan tidak diduga dalam sekejap Nyi Rambutkasih menghilang.
Bersamaan dengan itu terlontarlah ucapan Pangeran Muhamad : “Madya Langka” yang artinya putri cantik telah hilang (tidak ada), sehingga dari kata-kata itu kemudian orang menyebutnya Majalengka. Sejak itulah kemudian Pangeran Muhamad yang didampingi ayahnya Pangeran Panjunan memerintah di Sumedang Larang/Sindangkasih, selanjutnya pada tanggal 10 Muharam 910 H yang bertepatan dengan tanggal 7 Juni 1490 M, sesuai dengan perintah Sunan Gunung Jati yang berkedudukan di Cirebon menetapkan Pangeran Muhamad.
Pada masa tuanya Pangeran Muhamad menetap di lereng gunung yang berada di sebelah selatan Majalengka sampai akhir hayatnya gunung tersebut kini dikenal dengan sebutan Gunung Margatapa. Adapun Siti Armilah istri Pangeran Muhamad dimakamkan di belakang pendopo (kantor Pemda) Kabupaten Majalengka, yang dikenal dengan sebutan Nyi Gedeng Badori.












SEJARAH NYI RAMBUT KASIH

Nama Nyai Rambut Kasih cukup dikenal masyarakat Tatar Sunda. Bahkan keberadaannya kerap dikaitkan dengan sejarah berdirinya Kabupaten Majalengka. Soal ini memang masih ada silang pendapat. Namun, beberapa petilasannya meyakinkan akan eksistensinya. Di tempat-tempat persinggahannya itu, Nyai Rambut Kasih kerap menampakkan diri sebagai sosok yang cantik rupawan. Siapa sebenarnya tokoh yang melegenda ini?
Sudah menjadi perbincangan umum bila sosok Nyai Rambut Kasih berkait erat dengan berdirinya Kabupaten Majalengka. Di kabupaten yang berbatasan dengan Indramayu, Ciamis, Sumedang dan Cirebon ini, beberapa petilasan Nyai Rambut Kasih masih ada dan terawat dengan baik. Yang paling apik dan terus menerus terjaga kondisinya adalah gedung pendopo Kabupaten Majalengka.
Gedung pendopo adalah kantor Bupati Majalengka saat ini. Dulu, gedung ini merupakan rumah kediaman Nyai Rambut Kasih. Di belakang gedung ini terdapat kamar Nyai Rambut Kasih dan seperangkat gamelan yang diperuntukkan khusus untuk menghibur sang Nyai. Kerap kali pegawai Pemkab Majalengka menyaksikan penampakkan seorang wanita berambut panjang terurai mengenakan gaun ala wanita bangsawan jaman dulu. Diyakini betul bila itulah sosok Nyai Rambut Kasih.
Selain gedung pendopo, patilasan Nyai Rambut Kasih yang kerap dikunjungi masyarakat, terletak di Kampung Parakan, Kelurahan Sindang Kasih, Majalengka. Di sini terdapat bangunan bercungkup, batu-batu tempat semadi dan sumur Cikahuripan yang airnya dipercaya bisa membawa keberkahan dalam hidup. Bahkan pada tanggal 7 Juni 1994, Bupati Majalengka H Adam Hidayat ketika itu, berkenan meresmikannya sebagai kawasan cagar budaya yang harus dilindungi.
Selain Sindang Kasih, tempat persinggahan Nyai Rambut Kasih lainnya terdapat di Dusun Banjaran Hilir, Kecamatan Banjaran, Majalengka. Lokasinya berada di tanah milik seorang juru kunci yang diamanahi secara turun-temurun. Masyarakat Dusun Banjaran Hilir dan sekitarnya, sampai sekarang masih mempercayai akan kehadiran sosok Nyai Rambut Kasih di tempat itu.
Bila ada warga yang hendak menggelar pesta pernikahan atau khitanan, sudah menjadi keharusan untuk terlebih dahulu melakukan ziarah dan berkirim doa kepada Nyai Rambut Kasih. Dan apabila di dalam pesta digelar pula hiburan Jaipongan, maka sinden harus melantunkan tembang Sunda kesukaan Nyai RAmbut Kasih seperti Kembang Beureum, Engko dan Salisih. Konon, bila sinden tidak menembangkan lagu itu, maka akan ada keluarga empunya hajat yang kesurupan.

Putri Bangsawan
Siapa sesungguhnya Nyai Rambut Kasih ini ? Riwayat Nyai Rambut Kasih berkaitan dengan keberadaan Raja Pajajaran yang tersohor, yakni Prabu Siliwangi. Bila ditelusuri, Prabu Siliwangi mempunyai isteri yang ketiga, yang bernama Ratu Munding Kalalean. Dari hasil perkawinan dengan isteri ketiga ini, Prabu Siliwangi dianugerahi tiga orang putra dan seorang putrid. Mereka adalah Walangsungsang, Rarasantang, Kiansantang dan Syeh Nurjati.
Setelah sembilan bulan dalam proses pengembaraan, maka ditemukanlah sebuah kawasan yang kemudian diberinama Majalengka. Kawasan ini berkembang dan beranak pinak menjadi ramai. Syeh Nurjati lantas memberi gelar Ratu Purbaningsi dengan nama Nyai Ratu Rambut Kasih. Di lokasi bekas peninggalan Nyai Ratu, staf pendopo Kabupaten Majalengka sering melihat penampakan wujud Nyai Rambut Kasih.

Sembilan bulan lamanya, ketiga anak Syeh Nurjati dan kedua pengawalnya tinggal di Majalengka. Rabu wage 17 Rajab 1405 Masehi, proses pencarian daerah yang kemudian menjadi Majalengka itu tuntas. Ketiga anak Syeh Nurjati lalu bermusyawarah mengenai kepengurusan pengelolaan daerah Majalengka untuk dijadikan semacam sebuah pemerintahan. Hasil musyawarah itu menetapkan:
Ratu Purbaningsih menduduki jabatan sebagai Mahkamah Agung, Dale Permana menduduki jabatan sebagai Jaksa Agung, Dalem Rangga sebagai Bupati, Pinangeran Putih sebagai Wedana, Surawijaya sebagai Kepala Keamanan, Surya Nanggeuy sebagai Kepala Staf dan Parung Jaya sebagai staf.

mentara itu, Syeh Nurjati di Cirebon merasa resah tak ada kabar dari ketiga anaknya. Ia lantas memberi perintah kepada Pangeran Muhammad untuk mencari keberadaan sang anak yang tengah membuka daerah kekuasaan di arah barat sebelah Selatan Gunung Ciremai itu. Dalam waktu bersamaan, Dalem Rangga pun menuju Cirebon untuk menyampaikan kabar kepada sang ayah.
Singkat cerita, terbentuklah pemerintahan Majalengka yang kemudian diresmikan oleh Syeh Nurjati. Syeh Nurjati amat berbangga atas keberhasilan ketiga anaknya. Selanjutnya, Sri Ratu Purbaningsih mendapat gelar Nyai Ratu Rambut Kasih oleh sang ayah. Dalam perkembangannya, daerah ini membentang dari utara ke selatan berjarak kurang lebih 52 km, dari barat ke timur kira-kira 42 km dengan luas keseluruhan 120.424 Ha. Dan seterusnya kawasan ini beranak pinak hingga menjadi 23 kecamatan dan 327 desa/kelurahan.

Nyai Rambut Kasih
Pada 17 Rajab 1405 Masehi, didirikan sebuah banguan kecil dan sederhana. Di sekelilingnya berjejer taman dan pohon-pohon yang besar dan rindang. Bangunan itu terbuat dari kayu itu beratap daun rumbia. Mulanya tempat ini berfungsi sebagai sarana pertemuan para pembesar dan sekaligus sebagai tempat perisitirahatan Ratu Rambut Kasih.
Tempat yang ditemukan Nyai Ratu Rambut Kasih inilah yang kini kemudian menjadi Pusat Pemerintahan Kabuapten Majelengka. Bangunan yang dulu kecil dan sederhana, kini sudah jadi bangunan kantor yang megah. Di tempat ini pula berdiri kantor Sekwilda dan rumah dinas Bupati Majalengka. Taman dan bangunan itu setiap pergantian bupati selalu mengalami renovasi.

Di sudut antara sebelah timur dan selatan terdapat air mancur yang dilengkapi dengan patung ikan. Dulu itu merupakan tempat bermainnya Nyai Ratu Rambut kasih. Ada cerita menarik seputar tempat bermainnya Nyai Rambut Kasih ini. Dulu, pernah ada seorang Bupati Majalengka yang tak percaya akan keberadaan Nyai Ratu di gedung pendopo. Ia bahkan merubah dan menghilangkan taman yang dulu tempat bermainnya Nyai Rambut Kasih tanpa izin kepada “empunya” taman.
Lantas apa yang terjadi? Setelah tak lagi menjabat Bupati, ia langsung jatuh sakit berkepanjangan. Sampai akhirnya ia wafat. Konon, kematian itu disebabkan ulahnya merubah taman tempat bermain Nyai Rambut Kasih dimusnahkan tanpa meminta ijin terlebih dahulu.
Diantara bangunan megah perkantoran Pemkab Majalengka, ada satu banguan yang seolah-olah dijadikan kamar khusus. Kamar tersebut dikeramatkan masyarakat. Kamar itulah dulu kala Nyai Rambut Kasih melakukan pekerjaan sehari-hari. Para ajudan bupati dan pembantu rumah tangga bupati, kerap menemui hal-hal aneh di kamar itu. Misalnya ada kursi yang bergerak sendiri atau asbak yang semula berada di atas meja terangkat sendiri. Terkadang di ruangan kerja tercium semerbak bunga.
Salah seorang staf pendopo kabupaten pernah punya pengalaman bertemu dengan seorang wanita yang amat cantik. Pakaiannya mengesankan kalangan ningrat tempo dulu. Rambutnya panjang tergerai, dengan mahkota bertengger dikepala. Dikupingnya terselip bunga melati. Melihat wanita cantik yang “mencurigakan” itu, staf pendopo ini terkejut diselingi rasa takjub. Namun ketika diikuti, wanita itu sudah menghilang di belakang taman.
Dekat kamar keramat itu, disediakan pula seperangkat gamelan kesenian Sunda. Namun ini hanya symbol belaka, sebab Nyai Rambut Kasih dikenal sangat suka kesenian dan lagu-lagu Sunda, meski ia berasal dari Cirebon.
Anehnya, pada saat-saat tertentu, orang-orang yang melintas kamar itu kerap mendengar suara gamelan. Padahal sebelumnya tak ada orang yang tengah memainkan gamelan itu.
Karena kesenangan Nyai Rambut Kasih ini, maka tak heran bila ada warga yang hendak menggelar pesta pernikahan atau khitanan dengan hiburan Jaipongan, maka terlebih dahulu sinden harus melantunkan tembang Sunda kesukaan Nyai Rambut Kasih yakni Kembang Beureum, Engko dan Salisih. Bila itu tidak dilakukan, konon acara pesta tak akan berlangsung sukses. ***
Putra keempat, yakni Syeh Nurjati, memperisteri ibu Ratu Siti Maningrat. Dari hasil perkawinan ini mereka dikaruniai dua orang putra dan seorang putri, yakni Dalem Rangga Wulan Jaya Hadikusumah, Permana Sakti Jaya Hadikusumah, dan Sri Ratu Purbaningsih. Pada tahun 1405 Masehi, Syeh Nurjati memanggil semua anaknya untuk menyampaikan tugas.
Tugas itu antara lain mereka harus menjadi orang yang berguna dan dikenang generasi mendatang karena kebaikannya. Karena itulah Syeh Nurjati segera memerintahkan ketiganya berangkat ke arah Barat sebelah Utara Gunung Ciremai. “Carilah oleh kalian pohon Maja. Kalau sudah ditemukan, kalian bertiga harus membuka daerah kekuasaan di sana,” titah Syeh Nurjati.
Usai menerima tugas itu, ketiganya langsung berangkat dengan membawa dua orang pengawal, yakni Pinangeran Putih dan Parung Jaya. Pada hari Senin, Jumadil Awal tahun 1405 M, mereka tiba di bagian Barat Gunung Ciremai. Dan tepat hari Jumat tanggal 1 bulan Rajab tahun 1405 M, sekitar jam 12 siang, pohon Maja sesuai yang sabda sang ayah, berhasil ditemukan oleh Dalem Rangga Wulan Jaya Kusumah. Namun yang ditemukan hanya dua pohon saja. Daerah tempat ditemukannya pohon maja itu saat ini adalah terminal Maja di Kecamatan Maja.
Di tempat ini, Dalem Rangga Wulan Jaya Hadikusumah menganjurkan kepada dua adiknya dan dua pengawalnya agar membangun dua padepokan. Usai membangun dua padepokan, Sri Ratu Purbaningsih minta ijin kepada kakaknya untuk pulang ke Cirebon. Akan tetapi Dalem Rangga tidak mengijinkan dengan alasan masih banyak pekerjaan yang harus dituntaskan. Kendati dilarang, Sri Ratu Purbaningsih tetap memaksa pergi ke Cirebon tanpa sepengetahuan kakaknya.
Karena tak mendapat ijin dari kakaknya, Sri Ratu jatuh di curugan (sekarang Cicurug). Merasa kehilangan sang adik, dua kakak beradik berusaha mencari. Sampai di Cicurug, sang adik tidak ada (langka). Berdasarkan fakta-fakta ini, diambilah kesimpulan bila kata Majalengka berasal dari pohon Maja yang ditemukan di daerah Maja, dan kata langka yang diambil dari jawaban Dalem Permana saat mencari adiknya Sri Ratu Purbaningsih.
Setelah sekian waktu pencarian, akhirnya Ratu Purbaningsih ditemukan. Mereka bertiga lantas membangun kawasan itu menjadi daerah pemukiman, sekaligus pemerintahan. Sampai beberapa waktu kemudian daerah itu berkembang pesat. Sang ayah, Syeh Nurjati amat berbangga atas keberhasilan ketiga anaknya. Selanjutnya, Sri Ratu Purbaningsih mendapat gelar Nya Ratu Rambut Kasih oleh ayahandanya.











PATILASAN NYI RAMBUT KASIH

Petilasan Nyi Rambut Kasih berada di Blok Leuwilenggik Kelurahan Sindangkasih Kec.Majalengka Kab.Majalengka, setiap harinya banyak dikunjungi peziarah dari berbagai tempat.
Keunikan di petilasan ini, adalah terdapat tiga buah batu yang merupakan petilasan Ibu Ratu yaitu batu karancang bentuknya bulat dan bolong-bolong, batu mamiring yang bentuknya batu terbelah 2 dan batu maninggur bentuknya seperti akar karena nempel pada sebuah pohon yang rimbun yang merupakan tempat ritual.

    batu Maninggur                                                batu Mamiring

                                          batu Karancang
Selain itu, ada sebuah sumur yang tak pernah kering namanya sumur "cikahuripan" yang sekarang sudah dirubah menjadi bak kecil untuk tempat wudu bagi orang yang ingin melaksanakan solat di tempat itu.

            Sumur Cikahuripan

MAKAM PANGERAN MUHAMAD

Makam Pangeran Muhamad terletak di tengah persawahan di daerah perbukitan berjarak sekitar 3 km dari pusat kota Majalengka. Makam ini termasuk makam yang banyak dikunjungi para peziarah. Secara administratif terletak dikampung Cicurug, desa Cicurug kecamatan Majalengka. Lokasi ini relatif mudah dijangkau dengan kendaraan roda empat dan roda dua melalui jalan beraspal yang sudah mencapainya. Secara atronomis terletak dikoordinat 6º51’08” LS dan 108º13’52” BT.

Pada tahun sekitar 1480-an Sunan Gunung Jati mengutus pangeran Muhamad menyebarkan agama Islam di Majalengka. Kemampuan Pangeran Muhamad dalam hal ke-Islaman cukup mendalam, telah menjadikan penyebaran agama Islam semakin lancar. Pada awal tahun 1500-an Pangeran Muhamad memperistri Siti Armilah seorang putri pemuka agama Islam di Sindang Kasih. Siti Armilah membantu suaminya menyebarkan ajaran agama Islam. Perkawinan Pangeran Muhamad dengan Siti Armilah dikaruniai seorang putra bernama Pangeran Santri. Pangran Santri inilah yang kemudian  menikah dengan Ratu Pucuk Umun dari kerajaan Sumedang Larang. Pangeran Muhamad meninggal pada tahun 1546 dan dimakamkan di tempat ini. Versi lain kedatangan Pangeran Muhamad ke Majalengka adalah untuk mencari pohon maja yang akan dijadikan obat di Cirebon.

Makam Pangeran Muhamad menempati areal seluas sekitar 4150 m2. Areal ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu  halaman parkir, halaman yang berisi makam-makam juru kunci, dan makam Pangeran Muhamad. Makam Pangeran Muhamad terletak di bagian paling belakang atau paling utara. Makam ditempatkan dalam satu cungkup permanen berukuran 5 x 6 m, berlantai keramik putih, beratap genting. Makam ditandai dengan adanya jirat dan dua nisan yang terletak di bagian utara dan selatan jirat. Jirat makam ini berupa bangunan berdenah segi empat berteras tiga. Jirat dibuat dari bahan permanen dengan permukaan dilapisi keramik. Nisan dibuat dari batu pipih dengan bentuk dasar segi empat dan pada bagian atas berbentuk undakan yang diakhiri bentuk rata pada bagian atasnya. Makam ditutupi dengan  kelambu berwarna putih yang disangga empat tiang besi.



MAKAM MBAH BADORI


Siti Armilah menetap di kerajaan Sindangkasih ini dan menyebarkan agama Islam sampai wafat. Jenazahnya dimakamkan di pinggir kali Citangkurak, yang tumbuh pohon "BADORI" sesuai dengan amanatnya, bahwa telah ditegaskan, bahwa dikemudian hari dekat kuburannya akan menjadi tempat tinggal penguasa pemerintah Majalengka.
Pada saat Pangeran Muhammad beserta isterinya Nyi Siti Armilah melaksanakan amanat Sunan Gunung Jati untuk mencari pohon maja di kerajaan Sindangkasih dan mengajak Nyi Ratu Rambutkasih untuk memeluk agama Islam, maka sebagian orang menceriterakan asal mula terjadinya Majalengka itu agak berlainan.
Pangeran Muhammad dan Siti Armilah telah sampai di daerah Hutan Sindangkasih yang penuh dengan pohon maja. Tempat mereka mula-mula menemukan pohon itu terletak di suatu daerah pegunungan yang sekarang disebut maja (ibukota kecamatan Maja). Nyi Siti Armilah mendapat amanat suaminya untuk langsung menundukkan Nyi Ratu Rambutkasih yang bertahta di Sindangkasih agar berganti memeluk agama Islam.
Untuk memudahkan perjalanan menempuh hutan rimba itu, Nyi Siti Armilah diberi ayam jantan oleh suaminya. Konon ayam jantan itu namanya Si Jalak Harupat. Kemana ayam jantan itu pergi, harus diikuti jejaknya sampai nanti berkokok.
Kokok ayam tadi akan menandakan bahwa tempat yang akan dituju telah tercapai. Demikianlah si Jalak Harupat dilepaskan dan jejaknya diikuti dengan langkah-langkah Nyi Siti Armilah. Akhirnya si Jalak Harupat berkokok tepat di stuatu tempat yang dituju yaitu tempat yang sekarang menjadi kota Majalengka.
Pada saat itulah Siti Armilah menamakan tempat yag dituju bukan Sindangkasih tetapi “Maja alengka” sebagai peringatan baginya yang mula-mula dari “maja melangkahkan kakinya sampai ditempat yang ditujunya”. Wallahualam.
Kini makam Siti Armilah terletak di belakang gedung Kabupaten Majalengka yang sekarang dan orang sering menamakan Embah Gedeng Badori.


Setelah peristiwa menghilangnya Nyi Rambutkasih, maka banyak penebar agama Islam dari daerah Cirebon dan Mataram datang ke daerah kerajaan Sindangkasih yang telah berganti nama menjadi Majalengka itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar